Kamis, 29 Agustus 2013

Gua Jatijajar




Gua Jatijajar adalah sebuah tempat wisata berupa gua alam yang terletak di desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Gua ini terbentuk dari batu kapur. Gua Jatijajar mempunyai panjang dari pintu masuk ke pintu keluar sepanjang 250 meter. Lebar rata-rata 15 meter dan tinggi rata-rata 12 meter sedangkan ketebalan langit-langit rata-rata 10 meter, dan ketingian dari permukaan laut 50 meter.
Sejarah
Gua ini ditemukan oleh seorang petani yang memiliki tanah di atas Gua tersebut yang Bernama "Jayamenawi". Pada suatu ketika Jayamenawi sedang mengambil rumput, kemudian jatuh kesebuah lobang, ternyata lobang itu adalah sebuah lobang ventilasi yang ada di langit-langit Gua tersebut. Lobang ini mempunyai garis tengah 4 meter dan tinggi dari tanah yang berada dibawahnya 24 meter.
Pada mulanya pintu-pintu Gua masih tertutup oleh tanah. Maka setelah tanah yang menutupi dibongkar dan dibuang, ketemulah pintu Gua yang sekarang untuk masuk. Karena di muka pintu Gua ada 2 pohon jati yang besar tumbuh sejajar, maka gua tersebut diberi nama Gua Jatijajar (Versi ke I).
Sungai dan mitos
Di dalam Gua Jatijajar terdapat 7 (tujuh) sungai atau sendang, tetapi yang data dicapai dengan mudah hanya 4 (empat) sungai yaitu:
  1. Sungai Puser Bumi
  2. Sungai Jombor
  3. Sungai Mawar
  4. Sungai Kantil
Untuk sungai Puser Bumi dan Jombor konon airnya mempunyai khasiat dapat digunakan untuk segala macam tujuan menurut kepercayaan masing-masing. Sedangkan Sungai Mawar konon airnya jika untuk mandi atau mencuci muka, mempunyai khasiat bisa awet muda. Adapun Sendang kantil jika airnya untuk cuci muka atau mandi, maka niat/cita-citanya akan mudah tercapai.
Pada saat ini yang telah dibangun baru Sendang Mawar dan Sendang Kantil, Sedangkan Sendang Jombor dan Sendang Puser Bumi masih alami dan masih belum ada penerangan serta licin.
Obyek wisata
Pada tahun 1975 Gua Jatijajar mulai dibangun dan dikembangkan menjadi Objek Wisata. Adapun yang mempunyai ide untuk mengembangkan atau membangun Gua Jatijajar yaitu Bapak Suparjo Rustam sewaktu menjadi Gubernur Jawa Tengah. Sedang pada waktu itu yang menjadi Bupati Kebumen adalah Bapak Supeno Suryodiprojo.
Untuk melancarkan dan melaksanakan pengembangan Gua Jatijajar ditunjuk langsung oleh Bapak Suparjo Rustam cv.AIS dari Yogyakarta, sebagai pimpinan dari cv.AIS adalah Bapak Saptoto, seorang seniman deorama yang terkenal di Indonesia. Sebelum Pemda Kebumen melaksanakan pembagunan Gua Jatijajar, terlebih dahulu Pemda Kebumen telah mengganti rugi tanah penduduk yang terkena lokasi pembangunan Objek Wisata Gua Jatijajar Seluas 5,5 hektar.
Setelah Gua Jatijajar dibangun maka pengelolanya dikelola oleh Pemda Kebumen. Sejak Gua Jatijajar dibangun, di dalam Gua Jatijajar sudah ditambah dengan bangunan-bangunan seni antara lain: pemasangan lampu listrik sebagai penerangan, trap-trap beton untuk memberikan kemudahan bagi para wisatawan yang masuk ke dalam Gua Jatijajar serta pemasangan patung-patung atau deorama.
Batuan
Di dalam Gua Jatijajar banyak terdapat Stalagmit dan juga Pilar atau Tiang Kapur, yaitu pertemuan antara Stalagtit dengan Stalagmit. Kesemuanya ini terbentuk dari endapan tetesan air hujan yang sudah bereaksi dengan batu-batu kapur yang ditembusnya. Menurut penelitian para ahli, untuk pembentukan Stalagtit itu membutuhkan waktu yang sangat lama. Dalam satu tahun terbentuknya Stalagtit paling tebal hanya setebal 1 (satu) cm saja. Oleh sebab itu Gua Jatijajar merupakan gua Kapur yang sudah tua sekali.
Batu-batuan yang ada di Gua Jatijajar merupakan batuan yang sudah tua sekali. Karena umur yang sudah tua sekali itu, maka di muka Gua Jatijajar dibangun sebuah patung Binatang Purba Dino Saurus sebagai simbol dari Objek Wisata Gua Jatijajar, dari mulut patung itu keluar air dari Sendang Kantil dan sendang Mawar, yang sepanjang tahun belum pernah kering. Sedangkan air yang keluar dari patung Dino Saurus tersebut dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai pengairan sawah desa Jatijajar dan sekitarnya.
Diorama
Diorama yang di pasang dan dalam Gua Jatijajar ada 8 (delapan) deorama, yang patung-patungnya ada 32 buah. Keseluruhannya mengisahkan cerita Legenda dari "Raden Kamandaka - Lutung Kasarung". Adapun kaitannya dengan Gua Jatijajar ialah, dahulu kala Gua Jatijajar pernah digunakan untuk bertapa oleh Raden Kamandaka Putera Mahkota dari Kerajaan Pajajaran, yang bernama aslinya Banyak Cokro atau Banyak Cakra.
Perlu diketahui bahwa zaman dahulu sebagian dari wilayah Kabupaten Kebumen, adalah termasuk wilayah kekuasaan Pajajaran, yang pusat pemerintahannya di Bogor (Batutulis) Jawa Barat.
Adapun batasnya yaitu Kali Lukulo dari Kabupaten Kebumen sebelah Timur Kali Lukulo masuk ke wilayah Kerajaan Mojopahit, sedangkan sebelah barat Kali Lukulo masuk wilayah Kerajaan Pajajaran. Sedangkan cerita itu terjadinya di kabupaten Pasir Luhur, yaitu daerah Baturaden atau Purwokerto pada abad ke-14. Namun keseluruhan dioramanya dipasang di dalam Gua Jatijajar.

Benteng Van Der Wijck



Masih bersama wisata Kebumen. Kali ini kita mengunjungi tempat bersejarah yang ada di kota Gombong. Bangunan bersejarah ini kini telah di renovasi dengan sangat apik. Benteng Van der Wijck dibangun pada awal abad 19 atau sekitar tahun 1820-an, bersamaan meluasnya pemberontakan Diponegoro. Pemberontakan ini ternyata sangat merepotkan pemerintah kolonial Belanda karena Diponegoro didukung beberapa tokoh elit di Jawa bagian Selatan. Maka dari itu Belanda lalu menerapkan taktik benteng stelsel yaitu daerah yang dikuasai segera dibangun benteng. Tokoh yang memprakarsai pendirian benteng ini adalah gubernur jenderal Van den Bosch. Tujuannya jelas sebagai tempat pertahanan (sekaligus penyerangan) di daerah karesidenan Kedu Selatan. Pada masa itu, banyak benteng yang dibangun dengan sistem kerja rodi (kerja paksa) karena ada aturan bahwa penduduk harus membayar pajak dalam bentuk tenaga kerja. Tentu saja cara ini membuat penduduk kita makin menderita apalagi sebelumnya gubernur jenderal Deandels punya proyek serupa yaitu jalan raya pos (Anyer-Penarukan, sepanjang 1.000 km), juga dengan kerja rodi.
Dilihat dari bentuk bangunan, pembangunannya sezaman dengan benteng Willem (Ambarawa) dan Prins Oranje (Semarang kini sudah hancur). Pada awal didirikan, benteng dengan tinggi tembok 10 m ini diberi nama Fort Cochius (Benteng Cochius). Namanya diambil dari salah seorang perwira militer Belanda (Frans David Cochius) yang pernah ditugaskan di daerah Bagelen (salah wilayah karesidenan Kedu). Nama Van der Wijck, yang tercantum pada bagian depan pintu masuk, merupakan salah seorang perwira militer Belanda yang pernah menjadi komandan di Benteng tersebut. Reputasi van der Wijck ini cukup cemerlang karena salah satu jasanya adalah membungkam para pejuang Aceh, tentunya dengan cara yang kejam.
Pada zaman Jepang, benteng ini dimanfaatkan sebagai barak dan tempat latihan para pejuang PETA.
Dilihat dari fisiknya, bangunan yang luasnya 3.606,62 m2 ini sudah mengalami renovasi yang cukup bagus. Sayangnya renovasi ini kurang memperhatikan kaidah konservasi bangunan bersejarah mengingat bangunan ini potensial sebagai salah satu warisan budaya (cultural heritage).
Benteng Van der Wijck mempunyai dua lantai yang mempunyai ukuran sama besar.
Luas Benteng Atas: 3.606,625 m2
Luas Benteng Bawah: 3.606,625 m2
Tinggi benteng: 9,67 m
Di tambah dengan cerobong setinggi 3,33 m.
Mempunyai barak yang masing- masing berukuran 7,5 x 11,32 meter. Dan ketebalan benteng 1,32 meter.

Jumat, 16 Agustus 2013

Lawang Sewu

. OBJEK WISATA LAWANG SEWU


Hari Sabtu, tanggal 15 Juni 2013 kami berziaroh ke Semarang,disamping berziaroh kami juga mengadakan kunjungan ke Lawang Sewu. Ini adalah kesempatan pertama kami untuk mengunjungi Lawang Sewu.

Kira-kira pukul 09.00 WIB, kami sampai di Lawang Sewu. Lawang Sewu ini adalah  bangunan besar bergaya kolonial dan memiliki banyak jendela.  Anggun sekali dan mirip kantor pusatnya PTPN IV yang berada di Medan.Cerita mistis yang menyelimuti gedung seribu pintu ini pun sudah sering kami dengar, malah ada yang menyampaikan kalau gedung ini tidak hanya dikenal dengan gedung seribu pintu, namun juga seribu hantu.  Alangkah menyenangkan bila kami berkesempatan untuk mengunjungi gedung yang satu ini. Sebelum masuk ke dalam Lawang Sewu,kami melihatlihat dulu denah tentang Lawang Sewu ini.


Denah Lawang Sewu
Lawang Sewu, gedung seribu pintu dengan berbagai cerita mistis yang melatarinya adalah  bekas kantor pusat Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS, jawatan kereta api Belanda yang beroperasi di Semarang. Dirancang oleh Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam pada tahun 1903, pembangunan gedung ini dimulai pada 27 Februari 1904 dan selesai pada 01 Juli 1907.   Gedung ini pun menjadi saksi bisu perjalanan perjuangan bangsa ini dalam meraih kemerdekaannya.  Bila dimasa penjajahan Belanda gedung ini difungsikan sebagai kantor pusat jawatan kereta api, maka ketika Jepang menduduki Republik ini di tahun 1940-an gedung ini diperuntukkan sebagai markas Kempetai, Polisi Militer Jepang yang terkenal sadis dan kejam,  serta Kidobutai, tentara kerajaan Jepang.  Gedung ini pun tercatat sebagai lokasi pertempuran hebat selama 5 hari antara Angkatan Muda Kereta Api (AMKA), BKR, AMRI dan beberapa organisasi kepemudaan lainnya dengan Kempetai dan Kidobutai yang dimulai pada 15 Oktober 1945 untuk melucuti tentara Jepang yang telah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.   Setelah kemerdekaan gedung ini dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia, lalu Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer dan Kantor Wilayah Kementerian Perhubungan.  Saat ini Lawang Sewu sedang direnovasi dan direvitalisasi oleh Unit Pelestarian Benda dan Bangunan PT KAI.  Beberapa ruangan  bahkan telah difungsikan sebagai ruang peraga museum kereta api. Kemudian,kami pun memulai berkeliling di gedung yang bersejarah ini.  Walaupun sore hari, namun kami pribadi merasakan suasana yang berbeda.  Menyeramkan.  Mungkin itulah kata – kata yang tepat mewakili apa yang kami rasakan siang itu.  Tidak terbayangkan keadaannya di malam hari.

Secara umum terdapat 4 gedung di kawasan Lawang Sewu ini, yang pertama adalah gedung A yang merupakan gedung yang dapat anda lihat dari jalan.  Menurut tour guide yang mendampingi kami, gedung ini masih tertutup untuk umum karena masih dilakukan renovasi.  Tampilan luarnya sudah cukup baik dan terawat. 
 

Gedung kedua adalah Gedung B.  Gedung ini pun sebenarnya belum pulih benar dari renovasi dan revitalisasi yang dilakukan, namun sudah difungsikan dan terbuka untuk umum.  Entah kenapa, ketika melangkahkan kaki ke dalam gedung ini tiba – tiba saja bulu kuduk kami meremang.  Seperti ada gelombang elektromagnetik dalam skala besar yang tidak kasat mata di depan kami.  Namun, mungkin itu hanya perasaan kami saja.  Lorong di depan gedung B ini sudah bersih dengan jendela – jendela tinggi dan besar menghiasinya. 
           
Di dalamnya beberapa ruangan telah difungsikan sebagai ruang pamer untuk foto – foto jadul tentang sejarah perkereta apian bangsa ini.  Selain itu pula terdapat maket Lawang Sewu yang dapat anda lihat disini.  Iseng kami bertanya kepada pemandu kami, apakah memang pintu di Lawang Sewu ini berjumlah 1000 ?  Sang Pemandu pun menjawab dengan yakin kalau tidak berjumlah 1000 maka tidak dinamakan Lawang Sewu.  Namun menurut beberapa informasi di situs internet tidak ada yang mengetahui pasti jumlah pintu di Lawang Sewu. Kami berpikir angka 1000 atau sewu disini mungkin dimaksudkan untuk menyebutkan bahwa jumlah pintu di tempat ini banyak sekali. Jadi, simpelnya dikatakan sewu saja.
Sang pemandu pun mengatakan kepada kami dan rombongan kalau di bawah gedung ini terdapat terowongan yang awalnya berfungsi untuk membuat ruangan yang berada di atasnya menjadi lebih sejuk yang kemudian berubah fungsi menjadi penjara di kala pendudukan Jepang.  Kami kemudian ingat kalau terowongan atau ruangan bawah tanah itu pernah digunakan oleh salah satu reality show televisi swasta untuk lokasi uji nyali.
 Setelah puas melihat – lihat di lantai 1, kami dan rombongan pun diajak untuk melihat ruangan yang berada di lantai 2.  Namun sebelum menaiki tangga menuju ke lantai 2, Sang Pemandu mengajak kami untuk melihat ruang atau celah sempit ke terowongan atau ruang bawah tana h yang sebelumnya diceritakan.  Celah sempit tersebut berada di bawah tangga dan tidak begitu mencolok keberadaannya.  Tiba – tiba kami merasakan terpaan gelombang yang tak kasat mata menghantam badan ini. Bau pengap yang khas pun serta merta sampai di hidung kami, bersamaan dengan terpaan gelombang tadi.  Tour Guide kami menawarkan apabila ingin merasakan sensasi uji nyali, maka kami boleh turun ke dalam terowongan atau ruangan bawah tanah dari pintu yang sudah disediakan di bagian belakang dari gedung ini
  
Suasana di lantai 2 ini pun ternyata lebih menyeramkan dibandingkan suasana di lantai 1. Mata kami pun tiba – tiba tertuju kepada lorong panjang di lantai 2 ini. Menurut pemandu kami, mereka biasa menyebut lorong tersebut dengan lorong misteri.  Dari pengakuan beberapa pengunjung yang cukup sensitif dan memiliki kemampuan supranatural, lorong ini berisi korban – korban pembantaian yang tidak dapat beristirahat dengan tenang.    
Kami pun melanjutkan berkeliling ke arah luar atau lorong di lantai 2 ini.  Tour guide kami menunjukkan beberapa tempat yang biasa dipergunakan pen gunjung untuk berfoto.  Salah satunya adalah skycross antara gedung B ke gedung A.  Dengan latar belakang gedung A yang menawan, di lokasi ini kami memutuskan untuk berfoto sejenak.  Selain skycross, lorong di lantai 2 pun spot yang menarik untuk diabadikan.  Tour guide pun kemudian menunjukkan lorong yang disebut sebagai lorong kereta api, dimana pintu – pintu ruangan di lantai 2 gedung B ini seperti berbaris memanjang ke belakang. 
            Setelah lorong kereta api tadi,kami pun kembali ke lorong misteri.  Di sini kami berkesempatan untuk mengabadikan arsitekturnya yang kuno, menawan dan misteri.  Tour guide kami pun kemudian membawa kami ke ruangan besar dan panjang di lantai 2 ini.  Dahulunya dipergunakan oleh petinggi – petinggi Belanda sebagai ruang dansa.  Namun, entah kenapa, kami merasa ruang ini dingin dan mencekam. Ruangan ini di jaman Jepang dipergunakan untuk ruangan penyiksaan dan pembantaian orang – orang Belanda yang tertangkap serta para gerilyawan  dan pejuang kemerdekaan. 

Selanjutnya kami pun dibawa ke bagian belakang dari ruangan ini.  Terdapat tangga untu menuju ke loteng gedung.  Sekali lagi kami kembali terkesiap secara tiba – tiba.  Ada perasaan yang mencekam luar biasa yang kami rasakan ketika memandang ke arah loteng. Sebelum mengakhiri perjalanan berkeliling di Lawang Sewu, khususnya di Gedung B, tour guide kami mengajak ke salah satu ruangan yang letaknya di bagian belakang gedung B dan berada di lantai 1 yang dipergunakan untuk menuju ke ruangan bawah tanah atau terowongan.  Mata kami tertuju kepada pengumuman yang tertempel di dinding ruangan yang melarang seluruh kegiatan yang berbau mistis dilakukan di areal Lawang Sewu.  Disebelah pengumuman tersebut terdapat pintu dengan anak tangga yang menuju ke bawah.  Pengap sekali udara di sekitar tempat ini.  Beberapa pengunjung baru saja keluar dari pintu itu dan mengg unakan sepatu bot tinggi sebetis untuk menerobos genangan air yang tingginya sekitar 20 – 25 cm. 
            Gedung ketiga di areal Lawang Sewu adalah Gedung C.  Ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan Gedung A dan Gedung B.  Gedung C sendiri telah direnovasi dan dipergunakan sebagai museum kereta api.  Anda dapat membaca sejarah gedung Lawang Sewu ini ketika memasuki pintu depan gedung ini.  Gedung ini terdiri dari beberapa ruangan, dimana ruangan utamanya yang luas dipergunakan sebagai ruang pamer beberapa photo berukuran poster dan tertempel di dindingnya serta beberapa peralatan pengatur rel atau jalur kereta api kuno peninggalan Belanda.  Ruang lainnya lebih kecil namun kami tidak sempat untuk melihatnya karena keterbatasan waktu kunjungan kami.  Secuil cerita misteri yang boleh dipercaya atau tidak dari pemandu kami adalah penguasa gaib areal Lawang Sewu terdapat di Gedung C ini, bersosok bule Belanda dan bernama Van den Bosch.  Masih menurut tour guide yang mendampingi kami, untuk penghuni gaib di areal Lawang Sewu memiliki kasta – kasta dimana kasta tertinggi menghuni Gedung C.  Entah karena lebih berpendidikan atau karena memang tampilan yang lebih bersahabat hasil renovasi, Gedung C ini sama sekali tidak seram dan mencekam.Berbeda jauh auranya dengan Gedung B yang mencekam dan penuh misteri.
Lawatan kami di Lawang Sewu pun ditutup dengan mengunjungi toilet jadul peninggalan kolonial.  Secara umum toilet ini sudah selesai direnovasi dan tampilannya sudah lebih rapi serta bersahabat.  Terdapat 4 washtafel kuno segi empat berukuran besar di kiri dan kanan sisi dinding toilet.  Teman – teman saya menyempatkan untuk mencuci tangan dan membasuh wajah mereka di sini.   Selain washtafel, di toilet ini juga anda akan mendapati urinoir jadul terbuat dari keramik dengan ukuran besar dan tinggi bila dibandingkan dengan urinoir jaman sekarang ini.  Sekali lagi, walaupun telah direnovasi sedemikian rupa sehingga tampilannya lebih layak dan bersahabat, namun kesan seram masih lekat di toilet ini. 
 Di akhir kunjungan saya merasa senang karena telah mengetuhui banyak tentang bangunan Lawang Sewu dan itu membuat pengetahuan saya bertambah. Walaupun bangunan ini tampak seram namun di dalamnya terdapat banyak bearang-barang yang pantut untuk dipelajari. Begitu pun, saya berencana kembali lagi ke Lawang Sewu bila ada kesempatan mengunjungi Semarang untuk bisa menggali sejarahnya lebih banyak lagi.